Ada hari-hari yang biasa, dan ada hari-hari yang menggetarkan hati. Hari pertama sekolah adalah salah satu yang terakhir itu.
Bukan hanya bagi anak-anak yang berseragam rapi, membawa tas baru, dan hati penuh tanda tanya. Tapi juga bagi orangtua yang telah menyiapkan semuanya-dari pendaftaran yang melelahkan, pencarian sekolah yang memicu air mata, hingga keputusan sederhana untuk sekadar mengantar anak ke gerbang sekolah.
PPDB: Perjuangan Tanpa Panggung
Tahun ini, proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali membuka lembaran panjang perjuangan sunyi. Sistem zonasi, kuota terbatas, dan ketatnya seleksi membuat banyak orangtua harus mengorbankan waktu, tenaga, dan emosi.
Ada yang menunggu dashboard pengumuman hingga tengah malam. Ada yang harus menyiapkan alternatif cepat karena anaknya tak diterima di sekolah pilihan pertama. Tak sedikit yang berhadapan dengan dilema biaya di sekolah swasta setelah gagal di negeri.
Namun dari semua itu, satu hal yang tidak berubah: cinta orangtua yang tak kenal lelah. Karena bagi mereka, pendidikan bukan soal prestise, tapi tentang masa depan yang lebih baik.
Mengantar Anak: Lebih dari Tradisi, Tapi Simbol Cinta
Di tengah hiruk pikuk, banyak orangtua tetap memilih satu hal: mengantar anak di hari pertama. Bagi sebagian, itu adalah momen simbolis. Bagi yang lain, itu adalah langkah menyembuhkan luka dari masa kecil mereka sendiri.
Ada seorang ayah yang sengaja mengambil cuti agar bisa memeluk anaknya di depan kelas. Ada ibu yang menyisipkan surat kecil penuh semangat di kotak makan. Ada pula yang hanya bisa memandang dari pagar karena dilarang masuk, namun tetap tersenyum sambil menahan air mata.
Mengantar bukan soal jarak. Mengantar adalah bentuk kehadiran. Bentuk cinta dalam wujud paling sederhana tapi paling tulus.
Sekolah dan Guru: Garda Depan yang Sering Terlupakan
